IMPLEMENTASI KEARIFAN LOKAL
DALAM PEMBELAJARAN
Paparan Dalam Workshop Pengembangan Pembelajaran PAUD
Berbasis Kearifan
Lokal Untuk Penguatan Karakter Anak Usia Dini
Oleh:
Prof. H.M. Norsanie Darlan
Guru Besar S-1 dan S-2 PLS Universitas Palangka Raya
Pendahuluan
Pendidikan Anak Usia
Dini, sebenarnya di dunia sudah berkembang sejak Abad ke 18. John Comenius (1592-1670),
mengembangkannya, dan Jean jacques
Rousseau yang hidup pada tahun (1712-1778) ia menuangkan pikirannya tentang
PAUD dalam novelnya Emile. Demikian juga Johann Heinrick Pestalozzi (1747-1827) Pendidikan TK pada saat itu lebih bersifat
keagamaan. Beberapa TK yang tercatat seperti Ammon School di Amerika Serikat
dan Orbelin “Knitting Schools” di Francis masih menekankan pada pembelajaran
membaca, terutama membaca kitab suci. Oleh karena itu menurut: Spondek, (1986)
bahwa:”...taman kanak-kanak di amerika dibawah pengawasan tutor dan tes
pemahaman anak didasarkan atas tingkat pemahaman.
Dalam Abad ke 19 dapat kita lihat salah satu tokohnya pendiri taman
kanak-kanak yang tenar pada abad ini adalah Friedrich Wilheim Froebel
(1782-1852). Froebel pernah belajar pada pestalozzi. Ia mendirikan kindegarten
(kinder = anak dan garten = taman) di Jerman pada tahun 1837).
Tokoh lain Robert owen yang
hidup antara (1771-1850) merupakan salah satu tokoh PAUD di Amerika serikat. Ia
termasuk orang yang pindah ke new world. Tahun 1816 ia mendirikan sekolah The
Institution for the formation of character di new lanark, scotlandia. Sekolah
owen ini dalam beberapa segi memiliki kesamaan dengan sekolah froebel dan
pemikiran pestalozzi yaitu menekankan agar anak belajar dari benda-benda
konkrit.
Namun dewasa ini secara realita perkembangan itu tidak sebatas di benua
Amereka tapi juga d Erofa sampai ke Asean. Hanya saja di tanah air kita
pemberian nama PAUD seakan pendidikan baru, sebenarnya namanya saja yang baru.
Penulis sempat merasakan pendidikan TK Aisiyah Marabahan.
Untuk lebih banyak kita mengurai dalam masalah PAUD ini, secara singat akan
diuraikan dalam materi berikut:
Berbagai Pengertian
Arti Implementasi menurut Anthon M. Muliono (1988; 327) dan Poerwadarminta (1986)
adalah:”...sebuah pelaksanaan, penerapan untuk mencari bentuk dalam hasil dari sebuah
kesepakatan…”. Tentu saja implementasi diawali dengan perencanaan. Sehingga
dalam proses pembelajaran yang diterapkan tentu saja berhubungan erat dengan
basis kearifan lokal.
Arti Kearifan lokal menurut: Norsanie Darlan (2012; 3) dikaji dari asal kata arif, dan menurut: Hasan Alwi (2002;65) adalah:”…dalam
melakukan sesuatu dengan secara bijaksana, cerdik, pandai, dan berilmu yang cukup, dengan penuh
kehati-hatian…”. Atau istilah lain:”berarati”
Untuk membangunan tanpa ada pemihakan terhadap kelompok tertentu. Namun tidak perlu
memisahkan diri dari adanya budaya lokal. Budaya lokal yang baik, harus kita
pelihara searif mungkin.
Arti Pembelajaran ini ada beberapa ahli dalam kesempatan ini, yang membahas tentang apa
itu pembelajaran. Arti pembelajaran menurut Warsita (2008:85) “Pembelajaran
adalah:”… suatu usaha untuk membuat peserta didik dalam suatu proses kegiatan
untuk membelajarkan peserta didik…”. Dalam U.U Nomor: 20 Tahun 2003 tentang
Sisdiknas Pasal 1 Ayat 20 “Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik
dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar”. Kemudian Sudjana
(2004:28) yaitu:“…Pembelajaran dapat diartikan sebagai setiap upaya yang
sistematik dan sengaja untuk menciptakan agar terjadi kegiatan interaksi edukatif antara dua pihak, yaitu antara
peserta didik (warga belajar) dan pendidik (sumber belajar/tutor) yang
melakukan kegiatan membelajarkan…”.
Selain hal-hal di atas, berikut Corey
(1986:195) membahas tentang: Pembelajaran adalah:”…suatu proses dimana
lingkungan seseorang secara disengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut
serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi-kondisi khusus atau
menghasilkan respon terhadap situasi tertentu, pembelajaran merupakan subset
khusus dari pendidikan…”. Demikian juga
menurut Dimyati dan Mudjiono (1999:297) Pembelajaran adalah:”…kegiatan guru/tutor
secara terprogram dalam desain instruksional, untuk membuat siswa belajar
aktif, yang menekankan pada penyediaan sumber belajar…”.
Dengan memperhatikan pendapat para
ahli di atas, bahwa proses pembelajaran sangat memerlukan kearifan lokal. Tidak
semua konsep berasal dari luar baik. Tapi juga tidak seluruh konsep lokal yang
dominan. Sehingga perpaduan ke 2 hal di atas sangat dinantikan. Agar kearifan
masih terpeliharan dengan baik dan lancar.
Arti Karakter
Arti Karakter, menurut: Moeliono (1989; 389) dan Poerwadarminta (1986)
Norsanie Darlan, (2011) menyebutkan:"...sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau
budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain...".
Sedangkan menurut: Esau dan Yakub (2010) dalam kamus umum bahasa
Indonesia, adalah:"...karakter ialah tabiat, watak, sifat-sifat kejiwaan,
akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain...".
Kemudian Leonardo A. Sjamsuri (2010) dalam bukunya "'Kariama Versus
Karakter" mengatakan bahwa karakter adalah:"...merupakan siapa yang sesungguhnya...".
Sedangkan karakter dalam arti PLS, menurut Sutaryat (2010) adalah:"...dalam
menyusun kurikulum bersifat fleksibelitas bagi pamong belajar, tutor,
instruktur dapat dilaksanakan dengan musyawarah dengan WB dan dalam penggunaan
metoda pembelajaran yang bersifat partisipatif...". Hal ini menunjukkan
kepada kegunaan dan keunggulan suatu produk manusia. Dengan demikian karakter
yang dimaksudkan adalah sikap yang jujur, rendah hati, sabar, tutus ikhlas dan
sopan dalam pergaulan. Artinya tidak berkarakter atau tabiat yang keras.
Sebagai tenaga yang dalam jabatan
fungsional, tentu harapan kita semua punya karakter yang santun, murah hati,
berwawasan luas dan bisa mengayomi kepada semua orang. Termasuk anak didiknya.
Tokoh yang memperkenalkan istilah “masyarakat madani” di Indonesia
menggambarkan masyarakat madani sebagai sistem sosial yang subur yang
berazaskan moral Pancasila yang menjamin keseimbangan antara kebebasan
perorangan dengan kestabilan masyarakat. Ia juga memberikan gambaran kondisi
yang bertentangan dengan masyarakat, yaitu adanya kemelut yang diderita oleh
umat manusia seperti meluasnya keganasan, sikap melampaui batas, kemiskinan,
ketidak adilan, kebejatan sosial, kejahilan, kelesuan intelektual, dan
kemunduran budaya yang merupakan manifestasi pembangunan masyarakat yang
kritis.
Walaupun ide-ide masyarakat terhadap kearifan lokal menurut: Hidayat,
(2008) bertolak dari:”... konsep civil society, namun ide-ide itu juga
terdapat dalam konsep yang disebut Gelner dengan, budaya tinggi yang juga
terdapat dalam sejarah Asia Tenggara di kalangan Melayu Indonesia...”.
Pernyataan, Komaruddin Hidayat (1999: 267)
bahwa:”... dalam wacana di Indonesia, istilah “pembangunan masyarakat” kali
pertama diperkenalkan oleh Nurcholish Madjid, yang spirit serta visinya
terbukukan dalam nama yayasan yang Pendidikannya...”. Secara “semantik” artinya
kira-kira ialah, sebuah excellent [paramount] yang misinya ialah untuk membangun
sebuah peradaban, “Pembaharuan Pendidikan. Selanjutnya, ia mempopulerkan
istilah itu dalam wacana dan ruang lingkup yang lebih luas yang kemudian
diikuti oleh para pakar yang lain.
Inventarisasi dan Pengkajian Kearifan Lokal
Tidak semua kearifan lokal yang terdapat dalam
budaya lokal telah diketahui masyarakat. Oleh karena itu, dalam pembangunan
masyarakat berbasis kearifan lokal perlu dilakukan inventarisasi, dokumentasi,
dan pengkajian terhadap budaya lokal untuk menemukan kearifan lokal. Sebagai
contoh melalui pengkajian terhadap cerita rakyat dapat ditemukan
kearifan lokal yang relevan untuk membangun masyarakat, seperti: sikap-sikap
anti kejahatan, suka menolong, dan giat membangun (Nasirun, Cikal Bakal Desa Tanggungsari);
nilai-nilai patriotisme dan memperjuangkan nasib rakyat dalam nilai-nilai
kepemimpinan yang bertanggung jawab dan menepati janji; nilai kepemimpinan
(gubernur/bupati/walikota) yang peduli pada daerah dan rakyatnya; nilai
demokrasi dengan cara pemilihan kepala desa yang demokratis dan transparan,
nilai kejujuran, keikhlasan, dan tanpa pamrih. Selanjutnya, kearifan lokal yang
relevan dengan pembangunan masyarakat yang perlu disosialisasikan dan
diinternalisasikan kepada masyarakat.
Dalam pengkajian kearifan lokal ini sering
dimunculkan dalam janji-janji calon pemimpin daerah, saat merangkul perhatian
masyarakat. Namun adakalanya janji saat itu tidak terwujud dengan berbagai
alasan. Sehingga membuat cederanya kearifan lokal terhadap daerah itu sendiri.
Festival Budaya Lokal
Berbicara tentang kearifan lokal, tentu tidak jauh
dari adanya unsur-unsur budaya lokal yang berpotensi untuk membangun masyarakat
yang dapat dipergelarkan dalam bentuk festival budaya dalam berbagai kegiatan
lainnya. Sebagai contoh festival seni tradisi, upacara tradisi, dan permainan
tradisional anak-anak dapat dijadikan sebagai wahana untuk membangun kesadaran
pluralisme, membangun integrasi sosial dalam masyarakat, dan tumbuhnya
multikulturalisme.
Langkah-langkah strategis sebagaimana telah
diuraikan di atas diharapkan akan membentuk suatu kesadaran kultural menurut:
Kartodirdjo, (1994) bahwa:”…pada gilirannya akan membentuk ketahanan kultural
pada masyarakat Kalimantan Tengah. Kesadaran dan ketahanan
kultural menjadi pilar yang sangat kuat untuk membangun masyarakat
yang berbasis kearifan lokal di bumi
Tambun Bungai…”.
Di Kalimantan Tengah sudah jelas terlihat hal-hal
di atas, seperti adanya pameran pembangunan, lomba dayung tradisional,
menyumpit, dan berbagai pentas budaya lainnya, seperti balogo, bagasing dll.
Sebagai budaya lokal, dan kearifan pada PAUD tentu disesuaikan pula pada
kondisi usia anak.
Kearifan
Lokal Dalam Pilar Pembangunan
Setidaknya ada empat hal yang harus dimiliki dan
disiapkan oleh seorang Kepala Daerah agar visi membangun dan mensejahterakan
rakyatnya menjadi kenyataan khususnya dalam dunia pendidikan. keempat hal
itulah yang disebut dengan 4 Pilar Pembangunan. Adapun empat pilar pembangunan karena dengan 4 hal ini
diharapkan seorang kepala daerah dapat menjalankan perannya dalam membangun
daerahnya bisa optimal. Sebagai berikut:
Pertama : Sumber Daya Manusia (SDM)
Pilar Kedua : Kebijakan
Pilar Ketiga : Sistem
Pilar Keempat : Investasi
Untuk lebih jauh
penjelasan ke 4 hal di atas, akan diuraikan secara sederhana dalam uraian
berikut ini:
Pilar Pertama: SDM
Mengapa sumber daya manusia (SDM) yang diutamakan?
Karena pada dasarnya manusialah yang menjadi pelaku dan penentu pembangunan
itu, tentu ini, adalah manusia. SDM seperti apa yang diperlukan? Yaitu SDM yang
memiliki: moral yang baik (good morality),
kemampuan kepemimpinan (leadership),
kemampuan manajerial (managerial skill),
dan kemampuan teknis (technical skill).
Seorang kepala daerah perlu didukung oleh aparat
yang mempunyai empat kualifikasi tersebut, diberbagai level jabatan &
fungsinya. Sebaiknya dalam penempatan tenaga kerja tidak harus keluarga dekat.
Karena merangkul keluarga ada efek negatif terhadap sudut pandang masyarakat
luar. Apakah tidak ada yang lain. Syukur kalau berkualitas. Kalau tidak lihat
ke depan, akan menjadi cemoohan banyak orang.
Moral yang baik menjadi prasyarat utama. Karena
menurut: Hertanto Widodo (2009) adalah:“...tanpa moral yang baik, semua kebijakan,
sistem, program maupun kegiatan yang dirancang akan menjadi sia-sia. Tentunya
kita menyaksikan terjadinya krisis moneter yang dimulai tahun 1997 lalu,
kemudian krisis ekonomi, krisis kepemimpinan, dan masih terus berlanjut yang
hingga sekarang masih dirasakan dampaknya. Sebab utama terjadinya krisis itu,
tidak lain adalah rendahnya moral sebagian pengambil kebijakan negeri
ini…”.
Moral yang baik akan menghasilkan sebuah pemerintahan yang bersih dari
tindakan korupsi, kolusi, dan nepotisme demi kepentingan pribadi atau golongan
tertentu saja. Saat ini tuntutan penerapan 3G (Good Government Governance)
terus-menerus digaungkan oleh berbagai pihak. Penerapan prinsip-prinsip
transparansi & akuntabilitas tanpa didukung oleh aparat yang bermoral baik,
pada akhirnya hanya akan berhenti di tingkat wacana saja. Sebagai bukti
banyaknya aparat pemerintahan yang terlibat menjadi perhatian KPK.
Oleh karena itu, sejak awal dilantik, seorang kepala daerah harus
segera menyiapkan aparatnya dalam aspek moral yang bersih. Termasuk menjadikan
dirinya sebagai teladan bagi semua bawahannya.
Moral yang baik belumlah cukup, tapi juga harus diimbangi dengan
kompetensi. Yaitu kemampuan di bidang kepemimpinan, manajerial, dan teknis.
Untuk mencapai kompetensi yang diperlukan, tidak terlepas dari sistem
kepegawaian yang diterapkan. Model manajemen SDM berbasis kompetensi nampaknya
menjadi keniscayaan. Termasuk sistem kompensasi yang memadai harus menjadi
perhatian.
Selain itu perlu didukung dengan perubahan paradigma, yaitu dari mental
penguasa menjadi pelayan masyarakat. Termasuk budaya kerja yang proaktif &
cepat tanggap terhadap persoalan yang dihadapi masyarakat. Ini salah satu ciri
SDM yang berkualitas. Selain itu, dalam menempatkan kebijakan dipendang perlu
berwawasan kearifan lokal.
Pilar
Kedua: Kebijakan
Maksudnya adalah berbagai konsep kebijakan yang berpihak kepada
berbagai stakeholder, terutama kepentingan masyarakat luas. Secara formal,
kebijakan tersebut akan dituangkan dalam peraturan tertentu.
Kepala daerah antara lain tentunya harus memiliki konsep pembangunan
berkelanjutan & berkeadilan, konsep manajemen pemerintahan yang efektif
& efisien, konsep investasi yang mengakomodir kepentingan pihak terkait,
serta berbagai konsep kebijakan lainnya.
Hal ini sesuai dengan UU No. 25 Tahun 2004 dan UU No. 32 Tahun 2004,
yang mengamanatkan kepala daerah untuk menyusun RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah), yang
menjabarkan visi & misinya selama lima tahun masa pemerintahannya. Sehingga
dengan demikian arah pembangunan sejak dilantik hingga lima tahun ke depan
sudah jelas.
Salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu daerah antara lain
jika pemerintah dapat memenuhi 5 kebutuhan dasar masyarakatnya, yaitu:
1.pangan;
2.sandang;
3.papan perumahan;
4.pendidikan; dan
5.kesehatan.
Selain itu kepala daerah harus mampu melihat suatu
permasalahan secara komprehensif dan integratif, jangan sampai terjebak hanya
melihat secara sektoral dan parsial, ataupun keuntungan jangka pendek.
Jangan sampai seorang kepala daerah tidak tahu
harus berbuat apa. Jika demikian, pemerintahan akan berjalan tak tentu arah.
Sehingga pada akhirnya, rakyatlah yang harus menanggung akibatnya. Karena bila
pemerintah tidak punya perhatian yang kuat dalam pendidikan, maka dapat pula berdampak
terhadap PAUD.
Pilar Ketiga: Sistem
Artinya pemerintahan harus berjalan berdasarkan
sistem, bukan tergantung pada figur. Sangat penting bagi kepala daerah untuk
membangun sistem pemerintahan yang kuat.
Beberapa sistem yang harus dibangun agar pemerintahan
dapat berjalan secara baik antara lain:
1.sistem perencanaan pembangunan;
2.sistem pengelolaan keuangan daerah;
3.sistem kepegawaian;
4.sistem pengelolaan aset daerah,
5.sistem pengambilan keputusan, sistem
penyeleksian dan
6.pemilihan rekanan,
7.sistem dan standar pelayanan,
8.sistem pengawasan.
Sistem yang dimaksud disini, dapat bersifat manual
maupun yang berbasis teknologi informasi. Dukungan teknologi informasi menjadi
sesuatu yang tidak dapat dielakkan jika pemerintahan ingin berjalan lebih
efisien dan efektif.
Penerapan sistem-sistem tersebut akan mendorong
terjadinya 3G (Good Government Governance), yang pada akhirnya akan
menghasilkan pemerintahan yang transparan dan akuntabel.
Pilar Keempat: Investasi
Tidaklah mungkin suatu pemerintahan daerah hanya
mengandalkan dana dari APBD untuk membangun daerahnya. Mengapa ? Karena bisa
dikatakan, sebagian besar daerah menggunakan rata-rata 2/3 dana APBD tersebut
untuk membiayai penyelenggaraan aparaturnya. Hanya sekitar 1/3 yang dapat
dialokasikan untuk pembangunan.
Dibutuhkan dana ratusan milyar bahkan triliunan
rupiah untuk membangun infrastruktur, seperti pembangkit listrik, jalan tol,
pelabuhan laut, bandar udara, telekomunikasi, rumah sakit, hotel. Sedangkan
infrastruktur merupakan syarat agar sebuah daerah dapat berkembang. Contoh lain
adalah dalam rangka mengoptimalkan potensi sumber daya alam yang dimiliki, juga
memerlukan dana yang tidak sedikit, yang tentunya tidak mungkin jika hanya
mengandalkan dana APBD saja.
Dengan keterbatasan dana yang dimiliki tersebut,
mau tidak mau pemerintah daerah harus melibatkan pihak investor (dalam maupun
luar negeri) dalam membangun daerahnya. Kepala daerah harus dapat menciptakan
iklim yang kondusif agar para investor tertarik untuk menanamkan investasi di
daerahnya.
Setidaknya ada empat stakeholder yang harus
diperhatikan kepentingannya saat kita bicara tentang investasi, yaitu pihak investor,
pemerintah daerah, masyarakat, dan lingkungan. Investor
tentunya berkepentingan agar dana yang diinvestasikannya menghasilkan profit
yang memadai, ingin mendapatkan berbagai kemudahan dan adanya jaminan keamanan
dalam berinvestasi. Pihak pemerintah daerah ingin agar Pendapatan Asli
Daerahnya (PAD) meningkat. Masyarakat berharap kesejahteraannya makin meningkat
dan lapangan kerja makin terbuka. Lingkungan perlu diperhatikan agar tetap
terjaga kelestariannya. Jangan sampai karena terlalu bersemangat, akhirnya
secara jangka panjang terjadi pengrusakan lingkungan.
Oleh karena itu dibutuhkan kebijakan dan model
investasi yang dapat menyeimbangkan berbagai kepentingan tersebut.
Demikianlah empat pilar pembangunan yang dapat
dijadikan bekal bagi kepala daerah dalam memimpin daerahnya. Selamat berjuang dalam
membangun pendidikan sejak dari anak usia dini.
Melirik
Pembangunan Otonomi Daerah
Kebijakan pemberlakuan otonomi daerah membuat,
setiap daerah memiliki kewenangan yang cukup besar dalam mengambil keputusan
yang dianggap sesuai. Terlebih dengan pemilihan kepala daerah (pilkada) secara
langsung yang diselenggarakan sejak tahun 2005, membuat kepala daerah terpilih
mendapat legitimasi lebih kuat, dibanding saat dipilih oleh anggota DPRD Kita
sama maklum dengan pemilihan langsung itu, apakah pihak pemerintah ataukah
calon telah mengeluarkan anggaran yang besar.
Penulis berasumsi dengan besarnya biaya yang
dikeluarkan, saat pencalonan menjadi kepala
daerah membuat mereka yang terpilih pasti ada usaha untuk mengembalikan
modal. Hal ini karena kurang menerapkan kearifan dan rendahnya pengetahuan/pengalaman
dalam dunia pemerintahan. Maka sering pula anggaran daerah yang dirugikan.
Sehingga menjadi temuan tim Pemeriksa Keuangan dan tidak sedikit pula mereka
yang berakhir di kursi pesakitan. Karena anggaran daerah dengan minimnya
pengalaman tadi, dianggap sebagai dana pribadi dan tidak tahu membedakan antara
dana pemerintah dengan dana pribadi.
Tentunya kepala daerah hasil pilkada langsung ini
membuahkan harapan yang cukup besar bagi masyarakat, yaitu kesejahteraan yang
akan makin meningkat. Tetapi harapan tersebut ternyata tidak mudah untuk
diwujudkan. Kekuatan visi & kompetensi kepala daerah terpilih menjadi salah
satu penentu, di samping faktor-faktor lain. Tantangan terberat bagi kepala
daerah terpilih adalah melaksanakan visi, misi, dan janji-janji semasa
kampanye, yang hampir semuanya pasti baik.
Setelah lahirnya UU 32 tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah pengganti UU 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah,
kembali membawa perubahan besar dalam tatanan pemerintahan daerah.
Dengan terbitnya 2 buah UU di atas menurut: Nihin,
(2005;14) bahwa: ”…perubahan yang cepat dimana belum lagi UU 22 1999 berjalan
secara penuh dilaksanakan telah diganti UU 32 2004. hal ini tentu beralasan,
karena terdapat ketidak jelasan pada bunyi UU-nya sendiri yang menimbulkan
penafsiran yang berbeda tentang pemberian otonomi kepada daerah serta implementasi penyelenggaraannya.
Atau terjadinya tuntutan atau penyelenggaraan otonomi yang kebablasan. Tetapi juga terdapat hal yang justru
berlawanan dengan makna otonomi daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan…”.
PAUD
Naik Panggung
Dalam masa
beberapa tahun terakhir, pendidikan anak usia dini naik panggung yang didukung
adanya kebijakan sangat berpihak kepada PAUD. Sementara ia berada di
lingkungan. pendidikan luar sekolah atau
pendidikan non formal. Walau tergolong sangat baru, namun urut sebutannya
didahulukan.
Akibat
hal itu, Direktorat yang lebih dulu berdiri sepertinya ditinggalkan.
Mudah-mudahan akan dapat disusun kembali sesuai dengan seneoritasnya.
1)
Abad 18
Sejarah
menulis bahwa PAUD tempo doeloe diIstilahkan "Kindegarden” atau
taman kanak-kanak baru dipakai Froebel tahun 1837 pemikiran untuk mendirikan
sekolah khusus bagi anak-anak telah ada jauh sebelum itu. Bebrapa tokoh penting
seperti: Martin Luther, Comenius, Pestalozzi, Darwin dan Saguin memberi
sumbangan yang tak ternilai untuk menyarankan agar anak laki-laki sebaiknya diberi
pendidikan formal. Hal ini didasarkan atas penyataan: Frost dan Kissinger (1976) bahwa:”... anak
laki-laki pada saat itu, merupakan tulang punggung keluarga yang harus mampu
menghidupi keluarganya, mendidik, membimbing dan mengarahkan anak-anaknya.
Untuk itu anak laki-laki sebaiknya bisa
membaca, menulis, dan berhitung. Ia juga menyarankan agar musik dan olahraga di
masukkan dalam kurikulum...”.
Tokoh
lain adalah John Comenius (1592-1670) ia menginginkan agar semua anak usia dini
ini, mendapat kesempatan belajar di sekolah. Idenya yang cemerlang dan masih
dipakai sampai sekarang adalah kurikulum yang terintegrasi (integrated curriculum) dan kurikulum
yang memberi kesempatan anak untuk belajar pengalaman langsung. Kurikulum yang
terintegrasi tidak memisahkan bidang studi seperti matematika, sains, ilmu
sosial, seni dan bahasa.
Charles
Darwin (1959) menulis buku tentang The Origin of species dimana ia menyatakan
bahwa setiap individu yang adaftif akan survive atau tetap hidup dan
melanjutkan keturunannya. Oleh karena itu agar anak bisa tetap hidup maka ia
harus berlatih beradaptasi dengan lingkungannya. Disamping itu, para pendidik
perlu menyadari adanya perbedaan antar individu yang berdampak pada perbedaan
cara belajarnya.
Jean
jacques Rousseau (1712-1778) ia menuangkan pikirannya tentang PAUD dalam
novelnya Emile. Ia menuangkan pendapat bahwa anak adalah:”...miniatur orang
dewasa dan menyarankan agar anak di didik sebagaimana kodratnya...”. Ia
berpendapat bahwa pendidikan sebaiknya di sesuaikan dengan usia anak. Menurutnya
anak usia lahir sampai lima tahun belajar terbanyak melalui aktivitas fisiknya.
Sementara anak usia lima tahun sampai dua belas tahun belajar melalui
pengalaman langsung dan melalui eksplorasi terhadap lingkungannya.
Johann
Heinrick Pestalozzi (1747-1827) ia menyarankan:”...agar anak belajar dari
benda-benda riil dan rekreasi serta bermain dimasukkan sebagai bagian dari
pendidikan TK. Pendidikan TK pada saat itu lebih bersifat keagamaan...”.
Beberapa TK yang tercatat seperti Ammon School di Amerika Serikat dan Orbelin
“Knitting Schools” di Francis masih menekankan pada pembelajaran membaca,
terutama membaca kitab suci. Oleh karena itu Spondek, (1986) bahwa:”...taman
kanak-kanak di amerika dibawah pengawasan tutor dan tes pemahaman anak
didasarkan atas tingkat pemahaman...”.
2)
Abad 19
Salah
satu tokoh pendiri taman kanak-kanak yang tenar pada abad ini adalah Friedrich
Wilheim Froebel (1782-1852). Froebel pernah belajar pada pertalozzi. Ia
mendirikan kindegarten( kinder = anak dan garten = taman) di Jerman pada tahun
1837). Yang menarik dari sekolah froebel ini adalah adanya “gift” dan
“occupation”. Gift adalah adanya benda-benda riil untuk sarana belajar anak.
Benda tersebut memiliki bangun geometris yang beragam seperti: kubus, prima,
bola dan kerucut sedangkan occupation adalah serentetan aktivitas yang urut.
Contoh lain adalah: menata balok menjadi suatu bentuk bangunan. Froebel
dilahirkan dari keluarga yang religius meskipun tidak sependapat dengan ayahnya
yang mengajarkan agama secara dogmatik, konsep pendidikan anak yang ia tawarkan
masih diwarnai oleh pemikiran yang religius. Ia berpendapat bahwa manusia merupakan
pengejawantahan ide dari tuhan. Oleh karena itu tujuan pendidikan bagi dirinya
adalah agar anak dapat memahami kesatuan antara dirinya dengan orang lain,
dengan alam semesta dan dengan tuhannya. Ini adalah sebuah konsep yang disebut
dengan: Kearifan Lokal dalam pembelajaran. Tk model froebel ini terus memiliki pengaruh
yang besar dan berkembang sampai awal seribu sembilan ratusan. Oleh karena itu,
Froebel disebut sebagai Bapak taman
kanak-kanak.
Robert owen (1771-1850)
merupakan salah satu tokoh PAUD di Amerika serikat. Ia termasuk orang yang
pindah ke new world. Tahun 1816 ia mendirikan sekolah The Institution for the
formation of character di new lanark, scotlandia. Sekolah owen ini dalam
beberapa segi memiliki kesamaan dengan sekolah froebel dan pemikiran pestalozzi
yaitu menekankan agar anak belajar dari benda-benda konkrit. Owen lebih
menekankan pada kegiatan empiris. Menurutnya ilmu pengetahuan di peroleh dari
hasil interaksi anak dengan objek ia juga percaya bahwa sesuatu dikatakan benar
bila sesuai dengan kenyataan yang ada. Oleh karena itu, ia menyediakan berbagai
binatang, tumbuhan serta kunjungan kekebun binatang sebagai bagian dari
kegiatan belajar mengajar di TK nya.
Perkembangan
PAUD Sekarang
Kita tahu di Indonesia, Pendidikan Anak Usia
Dini menurut: Ramot Hutasoit (2012) adalah:”...masihlah tergolong sistem
pembelajaran baru. Namun, perkembangannya cukup cepat dan telah menjadi salah
syarat bagi anak usia dini untuk melanjutkan kesekolah dasar...”. Pendidikan
Anak Usia Dini ini sangat membantu anak dalam perkembangannya baik jasmani
maupun fisik seorang anak. Didalam PAUD anak didik dan dibina agar mereka
memiliki kesiapan untuk melanjut ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi lagi
yakni Sekolah Dasar. Selain pembelajaran yang diberikan kepada anak, dalam PAUD
anak juga bersosialisasi dengan teman sebaya melalui permainan maupun belajar kelompok.
Melalui
Pendidikan Anak Usia Dini, anak pada
zaman sekarang memiliki kemampuan berfikir dan berbicara yang jauh lebih baik
dari pada anak pada zaman lampau. Hal ini sangat terlihat jelas di kehidupan
kita sehari-hari dimana anak pada zaman ini, sangat cerdas dalam berbicara dan
berinteraksi dengan orang lain. Bahkan anak pada zaman sekarang sudah mengenal
bahasa asing seperti bahasa inggris. Perkembangan sensoris dan motoris anak
pada zaman sekarang juga jauh berkembang
lebih pesat dibanding anak-anak pada zaman yang lampau. Pendidikan Anak Usia
Dini sungguh telah memberikan dampak yang besar bagi perkembangan dunia anak.
Memang
Pendidikan Anak Usia Dini sangat bermanfaat bagi perkembangan anak. Namun, saat
ini para pengajar di PAUD sering kali terlalu memaksakan anak dalam mengerjakan
tugas dan membebani anak dengan materi: yang belum saatnya untuk dipahami
anak. Cara pengajar dalam
menyampaikan pelajaran kepada anak terkadang terlalu sulit untuk dipahami
anak sehingga anak merasa bahwa sekolah
itu bukanlah hal yang menyenangkan. Ketika anak menganggap bahwa sekolah itu
tidak menyenangkan, maka ia akan memiliki rasa malas untuk bersekolah dan tidak
ingin untuk bersekolah.
Untuk
menghindari hal tersebut, makanya
seorang pengajar dapat mengajari anak-anak dengan cara yang lebih santai
dan menarik minat anak. Salah satu cara yang baik dan efektif untuk seorang
anak dalam proses belajar adalah dengan menyisipkan pelajaran ketika bermain
atau bahkan memberikan pelajaran melalui nyanyian dan berbagai hal lainnya. Hal
ini dikarena di usia anak-anak, bermain adalah hal yang paling sering dilakukan
anak-anak. Sehingga pemberian pelajaran ketika anak bermain akan sangat gampang
diterima anak karena anak merasa senang dan tidak tertekan.
Dengan
demikian, Pendidikan Anak Usia Dini ini sangat baik diterapkan di Indonesia
karena melaluinya anak-anak generasi penerus bangsa akan dibina dan ditempah
menjadi anak yang cerdas dalam akademis maupun perilaku. Namun, hendaklah kita
juga memperhatikan kesejahteraan anak melalui penyampaian pembelajaran
yang menyenangkan dan tidak memaksa
anak. Dan tidak memaksa anak dengan materi
yang tidak pada kelompok usia anak. Hal itu tentu berdampak kurang
menguntungkan bagi mereka.
Perencanaan Masa Depan Anak
Perencanaan
masa depan menurut : Pujianto
(2014) adalah:”... hal yang penting, dan lebih baik bila
dimulai sedini mungkin...”. Bagaimana mendidik anak Anda untuk merencanakan masa depannya? Di usia
balita, seorang anak belum mampu untuk merencanakan masa depannya. Tetapi bukan
berarti kita sebagai orang tua tidak dapat mengajarkan mereka untuk mulai
merencanakan masa depan mereka. Salah satu yang dapat anda ajarkan di usia
mereka adalah dalam mendidik sisi mental dan spiritual mereka, selain menjaga
tubuh mereka sehat dan otak mereka cerdas.
Cara-cara
untuk mendidik anak anda untuk siap menghadapi masa depannya yang lebih baik
adalah sejak kecil mengajar mereka untuk berinteraksi dan bersosialisasi di
dunia luar. Mulai dari lingkaran sosial terdekat seperti keluarga, dan perlahan
mulai kembangkan dengan mengajak ia berinteraksi dengan teman sebayanya, maupun
orang dewasa. Dengan cara ini, seorang anak akan terbiasa untuk bertoleransi
dengan orang lain, mempunyai batasan untuk perilakunya (sehingga ia tidak
bersikap kasar kepada orang lain), dan pada akhirnya, membantu anak anda untuk
mencapai sukses di saat ia mulai dewasa.
Apa
yang anda berikan dan ajarkan pada anak anda baik secara fisik, emosi, mental
maupun spiritual menentukan apa yang akan mereka terapkam di dalam hidup
mereka. Contohnya, bila Anda mengajar anak Anda dengan memberikan banyak
pertanyaan untuk membantu kecerdasan otaknya, mereka akan tumbuh menjadi
anak-anak yang mempunyai rasa ingin tahu yang tinggi. Bila anak Anda diajarkan
untuk berdoa bersama Anda dan keluarga, mereka akan menaruh nilai di hal-hal
spiritual.
Selain
itu, Anda bisa mempersiapkan anak Anda untuk masa depan dengan membangun rasa
percaya diri mereka. Untuk ini, sangatlah penting untuk mencoba hal-hal baru
bersama. Selesaikan berbagai proyek berdua. Pasang musik yang membangun pada
saat Anda bermain dengannya sebagai latar belakang. Perhatikan apa yang anak
Anda sukai atau apa yang menarik perhatian mereka dan lakukan bersama-sama,
sehingga mereka bisa tumbuh menjadi anak-anak yang percaya diri dan siap
menghadapi hidup.
Pada
akhirnya, Anda akan sangat membantu anak Anda merencanakan masa depannya dengan
memberikan contoh lewat hidup Anda sendiri.
Bila
ia tumbuh dalam keluarga yang selalu merencanakan segala sesuatu dengan rapi,
membiasakannya untuk selalu datang tepat waktu baik di pre-school maupun saat
berkumpul dengan keluarga dan teman, dan selalu siap untuk segala keadaan, anak
Anda pun akan belajar dengan sendirinya untuk selalu merencanakan segala
sesuatu sejak dini .
Perkembangan PAUD Masa Datang
Secara prospektif kita sama-sama
belajar dari kasus berita di Wonosari (KR)
Selain Guru Tidak Tetap (GTT) yang mengajar mulai dari TK hingga SLTA
nasibnya tidak jelas, ribuan guru PAUD nonformal tingkat kesejahteraannya
sangat memprihatinkan. Sejak bantuan dan Bank Dunia diputus, para guru ini
tidak lagi mendapatkan honor tetap, tetapi hanya insentif dari APBN atau APBD yang
ada, itupun belum seluruh guru menerimanya.
Seperti yang dialami Maryani, ia
salah satu Guru PAUD di Kecamatan Semanu, kini tidak lagi memperoleh insentif
dari APBD. Pada 2012 lalu masih memperoleh insentif dari APBD sebesar Rp 100
ribu/bulan. Mulai 2013 lalu, insentif diberikan lewat lembaga PAUD
maksimal satu lembaga hanya 3 orang guru.
Hastuti, juga salah satu guru PAUD di Tepus mengaku sama sekali tidak
memperoleh insentif dari APBD sehingga menjadi guru PAUD benar-benar hanya
berjuang. "Saya paling hanya menerima Rp 25 ribu/bulan dari lembaga PAUD
dari iuran orang tua murid," ujarnya, Selasa (11/6/2012).
Kepala Bidang
Pendidikan Luar Sekolah, Drs Supriyadi MPd mengatakan, jumlah pendidik PAUD
nonformal sebanyak 2.341 orang, dari 720 lembaga PAUD, yang sudah mendapatkan
insentif dari APBN baru 400 guru, sebesar Rp 1,5 juta pertahun, sedangkan dari
APBD Gunung kidul sebanyak 656 guru masing-masing Rp. 1,2 juta setahun.
Bantuan dari APBN
berupa Bantuan Operasional Pendidikan (BOP) untuk 300 lembaga PAUD besarnya
sesuai dengan jumlah anak didik. Bagi yang jumlah anak didiknya kurang dari 15
anak hanya memperoleh Rp 3,6 juta/tahun, 16-25 anak sebesar Rp 6 juta dan lebih
dari 30 anak sebesar Rp 7,2 juta/tahun. Sedangkan bantuan untuk insentif
sebanyak 400 lembaga.
Semoga rasa duka
guru PAUD tidak selamanya demikian. Hal itu, mengharap agar perencanaan
pendidikan ke masa depan lebih baik dari masa lalu.
PAUD Berbasis
Kearifan Lokal
Bila kita ingin memperhatikan
lebih dalam tentang model ini, maka mengemas Pendidikan Karakter Berbasis
Kearifan Budaya Lokal “Paseng/Pasang” pada Anak Usia Dini sebagai upaya
menanamkan nilai-nilai luhur (Alempureng ~ kejujuran; Amaccang/Macca ~ cerdas; Sipakatau ~ saling
menghormati) yang dituangkan oleh orang tua (leluhur) kepada generasi-generasi
penerus, melalui pendekatan dengan memusatkan kegiatan pada anak yang dikemas
melalui permaianan, elong-kelong (lagu-lagu), cerita-cerita/dongeng, serta
ungkapan-ungkapan. Nilai-nilai yang patut diterapkan terhadap anak usia dini
adalah nilai yang dekat dengan lingkungan anak serta yang mudah difahami dan
diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Menyadari dunia anak adalah
dunia bermain, maka nilai-nilai yang dimaksud dikolaborasikan ke dalam program
pembelajaran yang dapat dikemas dan diimplementasikan melalui:”... bermain,
bernyanyi dan bercerita...”.
Peserta didik adalah anak
usia dini yang berusia sekitar 4 s.d 6 tahun dan yang telah bergabung pada
Lembaga Pendidikan Anak Usia dini (PAUD). Tenaga Pendidiknya harus
professional, memiliki ijazah D-II PGTK dari Perguruan Tinggi yang
terakreditasi atau memiliki ijazah minimal SMA/sederajat serta memiliki
sertifikat pelatihan/pendidikan/ kursus PAUD yang terakreditasi, memiliki
kompetensi Kepribadian, Profesional, Pedagogik, Sosial, serta mampu
mengkolaborasikan materi-materi/kegiatan-kegiatan anak yang terkait dengan
unsur budaya lokal, baik melalui lagu-lagu, permainan, ungkapan-ungkapan dan
cerita-cerita yang dilakukan melalui pembiasaan-pembiasaan. Tenaga Kependidikan
dapat direkrut dari Pamong Belajar yang memiliki kompetensi Kepribadian,
Profesional, Pedagogik, dan Sosial.
Metode yang digunakan dalam model ini disesuaikan dengan
materi yang akan disajikan, yang pada umumnya menggunakan pendekatan BCCT yang
diimplementasikan dalam kegiatan bermain, bernyanyi, dan bercerita.
Penguatan Karakter PAUD
Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan
yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang
dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan
dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki
pendidikan lebih lanjut (UU No. 20 Tahun 2003 Tentang Sisdiknas).
Penguatan Pembelajaran PAUD adalah kegiatan pembekalan
pengetahuan dan peningkatan keterampilan bagi para pendidik PAUD di lembaga
PAUD dalam menyelenggarakan pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik
anak usia dini di lembaga PAUD yang dikelolanya.
Tenaga Pendidik yang harus disiapkan adalah seseorang yang
memilik kemampuan untuk memberikan pelayanan pendidikan
kepada
anak usia dini di lembaga.
Sedangkan Tujuan Penguatan Pembelajaran adalah
meningkatkan pema haman dan keterampilan Tenaga Pendidik/Pengasuh di bidang
pembelajaran yang tepat untuk anak usia dini
PAUD Kemasa Depan
Pada Undang-Undang Khusus yang
mengatur tentang anak yaitu dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23
tahun 2002 tentang Perlindungan Anak pada pasal 53 ayat (1): Pemerintah
bertanggung jawab untuk memberikan biaya pendidikan dan/atau bantuan cuma-cuma
atau pelayanan khusus bagi anak dari keluarga tidak mampu, anak telantar, dan
anak yang bertempat tinggal di daerah terpencil.
Implikasi undang-undang itu
adalah anak dari keluarga tidak mampu akan mendapatkan biaya pendidikan secara
cuma-cuma dari pemerintah. Permasalahannya, bagaimana pemerintah
menyosialisasikan dan membuat masyarakat mudah mengaksesnya.
Pendidikan Anak Usia Dini
(PAUD) sedang digalakkan di berbagai tempat di wilayah Indonesia. Pendidikan
anak memang harus dimulai sejak dini, agar anak bisa mengembangkan potensinya
secara optimal. Anak-anak yang mengikuti PAUD menjadi lebih mandiri, disiplin,
dan mudah diarahkan untuk menyerap ilmu pengetahuan secara optimal.
Itulah yang di alami oleh seorang
guru Madrasah Ibtidaiyah atau sekolah yang setara dengan sekolah dasar di ujung
UTara Kabupaten Magelang karena kebetulan saya mengampu kelas satu.Siswa yang
sebelumnya memperoleh PAUD akan sangat berbeda dengan siswa yang sama sekali
tidak tersentuh PAUD baik informal maupun nonformal. Ibarat jalan masuk menuju
pendidikan dasar, PAUD memuluskan jalan itu sehingga anak menjadi lebih
mandiri, lebih disiplin, dan lebih mudah mengembangkan kecerdasan majemuk anak.
Fenomena yang terjadi di
Kabupaten Magelang mulai tahun ajaran baru 2007-2008 pemerintah memperbolehkan
anak masuk SD tanpa melalui TK. Anjuran tersebut harus dipertimbangkan lagi
jika pemerintah ingin menyukseskan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun.
DAFTAR
PUSTAKA
Alwi, Hasan, 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi ketiga, Balai
Pustaka, Jakarta.
Darlan,
H.M.Norsanie, 2002.
Pengembangan Model Pelatihan Keterampilan Bagi Masyarakat Desa Tertinggal
Kawasan Pesisir Pantai, Disertasi Doktor, UPI, Bandung.
------------, 2004. Pluralisme Masyarakat
Kalimantan Tengah, Suatu Kenyataan, Makalah Seminar, Palangka Raya.
------------, 2011. Mengenali Pendidikan Karakter
Dalam Proses Pengembangan Pembelajaran, FKIP Unpar, Palangka Raya.
------------, 2012. Pembangunan daerah berbasis kearifan lokal (Huma Betang),
seminar Nasional ini, yang
beKerjasama antara Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR-RI)
Dengan Universitas Muhammadiyah Palangka Raya (UMP) Kamis, 2 Agustus 2012, Ballroom Hotel Aquarius Palangka Raya.
Hidayat, Komaruddin, 1999. “Ormas Keagamaan dalam Pemberdayaan Politik Masyarakat Madani: Telaah Teoritik - Historis”, dalam komunitas, jurnal Pengembangan Masyarakat, Volume 4, Nomor 1, Juni 1999. Jakarta.
Hutasoit, Ramot, 2012. Perkembangan PAUD Masa Kini, Jakarta.
Moelyono, Anthon, 1989. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Diknas RI, Jakarta.
Nihin, H.A.Dj., 2005. Pemerintahan Untuk Membawa Kesejahteraan Rakyat, Pustaka Cendekia Press, Yogyakarta.
Pujianto, 2014. Perencanaan Masa Depan Anak. Pendidikan Anak Usia Dini, Jakarta.
Dirjen PAUDNI, 2012. Petunjuk Teknis Penyelenggaraan
Penguatan
PAUD, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, Jakarta.
Poerwadarminta, WJS, 1986. Kamus Umum Bahasa
Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta.
Sjamsuri, Leonardo A. 2010. Kariama Versus
Karakter, UN, Yogyakarta.
Trisnamansyah, Sutaryat 2010, materi kuliah umum
S-1 dan S2 PLS Unpar, Palangka Raya.
Sedyawati, Edi. 2007. Keindonesiaan dalam Budaya: Buku 1 Kebutuhan Membangun Bangsa yang Kuat: Wedatama Widya Sastra, Jakarta.
Sudjana, Djudju, 2004. Pendidikan Non Formal di
Indonesia, Al-Falah, Bandung.
Shadily Hassan, 1980. Ensiklopedia Indonesia,
Ichtiar Baru, Jakarta.
Widodo, Hertanto, 2009. 4 Pilar
Pembangunan Otonomi Daerah, Otonomi daerah net.
Mau baca tulisan lainnya, silahkan
buka pada alamat : http//norsanie.blogsport.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar